Blog dan Guru


Dunia Blog dan Dunia Guru
Ketika blog ini meluncur secara online, tak banyak teman-teman sejawat yang mencoba untuk mengikuti jejak saya ketika saya berdiskusi dengan mereka. Menurut mereka, banyak hambatan yang muncul ketika mereka bikin blog. Pertama, blog membutuhkan akses internet secara online. Dalam kondisi tingkat kesejahteraan yang belum memadai, hambatan ini jelas menjadi persoalan yang serius. Jangankan memikir akses internet, bisa membikin asap dapur terus "kemebul" saja mesti masih harus berjuang dengan berbagai cara.


Kedua, masih minimnya pengetahuan tentang akses internet. Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia "maya" masih tergolong sebuah "Indonesia" yang tertinggal dalam dunia pendidikan. Itulah persoalan serius yang kini tengah dibidik oleh pemerintah melalui Jejaring Pendidikan Nasional. Dengan menggelontorkan sejumlah dana, di beberapa kabupaten kota telah dirintis beberapa ICT center , termasuk di Kabupaten Kendal melalui ICT Center-nya yang berbasis di SMK 1 Kendal. Program Jardiknas melalui ICT Center-nya diharapkan dapat memperluas akses informasi di kalangan dunia persekolahan sehingga berbagai info terbaru dan aktual yang berkaitan dengan masalah-masalah pendidikan bisa terakses dengan baik. Hal ini tidak luput dari 3 Renstra Depdiknas yang salah satunya adalah perluasan akses informasi.

Ketiga, aktivitas menulis belum menjadi tradisi yang membudaya di kalangan guru. Secara jujur harus diakui, belum semua guru memiliki kultur berpikir secara sistematis dalam bentuk bahasa tulis. Saya salut kepada beberapa teman dari berbagai penjuru yang telah meng-"go public"- karya-karya dan pemikirannya melalui blog di internet. Melalui blog, para guru bisa saling bersilaturahmi melalui Blogroll yang bisa diakses setiap saat. Kendala aktivitas menulis yang belum menjadi kultur yang mentradisi di kalangan guru inilah yang masih perlu disikapi secara serius. Menulis sangat erat kaitannya dengan kebiasaan berekspresi secara tertulis. Menurut hemat saya, minimnya guru yang berkenan menjadikan dunia menulis sebagai pekerjaan sampingan, lebih banyak disebabkan oleh peluang dan kesempatan yang belum dimanfaatkan secara optimal oleh rekan-rekan guru. Menulis tidak mutlak sepenuhnya berkaitan dengan bakat atau talenta. Oleh karena itu, kini sudah tiba saatnya rekan-rekan sejawat mulai melirik dunia menulis sebagai upaya pengembangan kompetensi profesional sesuai dengan bidang yang dogelutinya. Bukankah sebentar lagi program sertifikasi guru sudah akan mulai diluncurkan?

Banyaknya guru yang "ndhongkrok" di golongan IV-a, sudah menjadi bukti bahwa dunia menulis masih menjadi kendala besar dalam mengabadikan ide-ide, gagasan, dan pemikiran-pemikiran kreatif. Seperti telah diketahui bahwa untuk kenaikan pangkat dari golongan IV-a ke IV-b, seorang guru wajib memenuhi angka kredit minimal 12 point dari unsur pengembangan profesi dengan cara menyusun karya tulis. Ketentuan semacam ini tampaknya menjadi hambatan "klasik" bagi para guru dalam menggapai kariernya. Oleh karena itu, perlu ada upaya serius untuk memecah kebuntuan semacam itu.

Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang informasi, blog, menurut hemat saya, bisa dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi kebuntuan itu. Blog yang dibuat oleh guru bisa dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengumpulan angka kredit pengembangan profesi. Tentu saja, blog yang layak dinilai untuk mendapatkan angka kredit pengembangan profesi harus memenuhi kriteria tertentu, misalnya menampilkan posting hasil penelitian di bidang pendidikan. Dengan cara semacam ini, guru akan lebih leluasa dalam menuangkan gagasan dan pemikirannya secara runtut dan ilmiah melalui blog yang dibuat sendiri.

Persoalannya sekarang, kapankah hal semacam itu bisa terwujud?


This entry was posted on Saturday, July 14, 2007 . View Comments
blog comments powered by Disqus
Related Posts with Thumbnails